MENYONGSONG HARI SUMPAH PEMUDA DENGAN JIWA BARU
Mengingat kebesaran arti sejarah Sumpah Pemuda bagi perjalanan bangsa kita, maka sepatutnyalah kiranya bahwa kita semua tidak hanya “mengenang” peristiwa besar itu, melainkan juga merenungkan, dalam-dalam, betapa urgennya bagi kita semua untuk menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu di antara berbagai sarana pendidikan bangsa kita yang sedang “sakit” dewasa ini. Berlainan dengan kebiasaan zaman Orde Baru yang hanya memperingati peristiwa bersejarah itu sebagai “ritual” yang diisi dengan pidato-pidato para “elite” yang munafik dan kosong isinya, maka adalah tugas bagi kita semua untuk, selanjutnya, menjadikan Hari Sumpah Pemuda sebagai alat untuk meneruskan tugas “national and caracter building” yang dipelopori oleh Bung Karno beserta para perintis kemerdekaan lainnya.
Sebab, sulitlah diingkari bahwa sistem politik Orde Baru dan praktek para pendukung setianya – baik yang lama ataupun yang baru, sekarang ini ! – pada dasarnya, atau pada hakekatnya, telah merusak jiwa Sumpah Pemuda. Selama puluhan tahun, rezim militer ini telah memupuk perpecahan atau pemusuhan di antara berbagai komponen bangsa. Selama puluhan tahun pula, rezim otoriter ini telah menggunakan sebagian komponen bangsa untuk memusuhi komponen lainnya (ingat, antara lain : pembantaian besar-besaran 65, peristiwa Aceh, peristiwa Tanjung Priok, perlakuan terhadap para eks-tapol beserta anak cucu mereka, dipupuknya bahaya SARA dll).
Karenanya, sudah waktunyalah kini bagi bangsa kita untuk bersama-sama memperingati, dan mengingat Sumpah Pemuda, sesuai dengan kebesaran pesan politik dan pesan moral yang dikandungnya.
MERINTIS JALAN PANJANG MENUJU KEMERDEKAAN
Alangkah panjangnya jalan menuju kemerdekaan nasional yang diperoleh bangsa kita! Dan juga, alangkah banyaknya tokoh-tokoh gerakan nasionalis, komunis, dan kalangan Islam yang telah dipenjarakan, dibuang ke Digul oleh kekuasaan kolonial Belanda, dan kemudian oleh tentara pendudukan Jepang. Betapa besar pula semangat mereka berkorban untuk bersama-sama berjuang demi kepentingan rakyat waktu itu. Mereka bergotong-royong merintis jalan panjang itu.
Untuk menyingkat tulisan ini, dan tanpa mengurangi arti penting sumbangan para tokoh sejarah sebelumnya, perlulah kiranya kita kenang bersama Sumpah Pemuda yang dicetuskan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. Jelaslah kiranya bahwa peristiwa itu tidak datang dari langit saja, tetapi ada sangkut-pautnya yang erat dengan situasi waktu itu. Setelah terjadi pembrontakan PKI ( di Banten, Jakarta, Jogya dll) terhadap kekuasaan kolonial Belanda dalam tahun 1926, dan juga di Sumatra Barat (Silungkang dll) dalam tahun 1927; maka berbagai golongan telah melanjutkan perjuangan terhadap kolonialisme dalam berbagai cara dan bentuk. Ketika banyak pimpinan PKI dari berbagai daerah dipenjarakan atau dibuang ke Digul, semangat anti-kolonialisme tidak bisa dipadamkan.
Untuk meneruskan perjuangan itu, Bung Karno, bersama-sama sahabat perjuangannya yang terdekat, mendirikan Partai Nasional Indonesia di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927. Maka lahir pulalah pada saat itu Marhaenisme, yang, kemudian, dijabarkan oleh Bung Karno sebagai pengejawantahan atau pentrapan Marxisme di bumi Indonesia. Karena gerakan politik yang dipelopori oleh Bung Karno makin mengancam kekuasaan kolonial Belanda, maka pada tanggal 29 Desember 1927 ia bersama-sama kawan seperjuangannya ditangkap dan diajukan ke depan pengadilan Belanda. Di depan pengadilan inilah Bung Karno mengucapkan pidato pembelaannya yang bersejarah bagi perkembangan perjuangan bangsa kita waktu itu, yang berjudul “Indonesia menggugat”. Bung Karno beserta sahabat-sahabat perjuangannya kemudian dipenjarakan di penjara Sukamiskin (Bandung), dan kemudian ke Endeh dan Bengkulu.
ARTI PENTING LAHIRNYA SUMPAH PEMUDA
Suasana perjuangan anti-kolonialisme yang digencarkan oleh pembrontakan PKI tahun 1926 dan dilanjutkan oleh pemenjaraan Bung Karno beserta sahabat-sahabatnya telah menggugah kesedaran politik banyak golongan dalam masyarakat. Dalam rangka inilah tokoh-tokoh pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi, yang masih bersifat kesukuan atau kedaerahan, telah mengambil langkah yang amat penting bagi kelanjutan perjuangan nasional bangsa kita menuju kemerdekaan. Pada tanggal 26-28 Oktober 1928, berbagai tokoh dari bermacam-macam organisasi pemuda itu menyelenggarakan kongres pemuda di Jakarta, dengan tujuan untuk menyatukan gerakan pemuda di seluruh Indonesia.
Kongres pemuda yang bersifat lintas-agama, lintas-suku, lintas-aliran poltik itu akhirnya mencetuskan ikrar bersama yang amat besar artinya bagi perjuangan rakyat Indonesia kemudian, yaitu Sumpah Pemuda. Ikrar bersama yang bersejarah ini dikumandangkan tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda itu berbunyi :
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertanah-air yang satu, tanah-air Indonesia
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kongres pemuda tahun 1928 itu juga telah mengambil keputusan bersejarah lainnya, yaitu : menjadikan lagu Indonesia Raya (diciptakan oleh Rudolf Wage Supratman) sebagai lagu kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan juga menjadikan Sang Merah Putih sebagai bendera kebangsaan.
Dengan merenungkan itu semua, maka akan jelaslah kiranya bagi kita semua, bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, dan perjuangan besar rakyat selama revolusi melawan kolonialisme Belanda, adalah - secara langsung atau tidak langsung - produk atau kelanjutan perjuangan para pejuang sebelumnya, yang banyak meringkuk di penjara-penjara dan juga di tanah pengasingan Digul.
Sumpah Pemuda mempunyai peran penting untuk mempersatukan rakyat, baik semasa pemerintahan kolonial Belanda maupun selama revolusi. Karena itu, sumpah ini jugalah yang (sampai sekarang ini!!!) harus tetap menjiwai bangsa kita, ketika negara kita sudah dirusak secara besar-besaran oleh rezim militer Orde Baru, dalam berbagai bidang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar