Kamis, 09 Oktober 2008

MAKNA SUMPAH PEMUDA

MENYONGSONG HARI SUMPAH PEMUDA DENGAN JIWA BARU

Mengingat kebesaran arti sejarah Sumpah Pemuda bagi perjalanan bangsa kita, maka sepatutnyalah kiranya bahwa kita semua tidak hanya “mengenang” peristiwa besar itu, melainkan juga merenungkan, dalam-dalam, betapa urgennya bagi kita semua untuk menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu di antara berbagai sarana pendidikan bangsa kita yang sedang “sakit” dewasa ini. Berlainan dengan kebiasaan zaman Orde Baru yang hanya memperingati peristiwa bersejarah itu sebagai “ritual” yang diisi dengan pidato-pidato para “elite” yang munafik dan kosong isinya, maka adalah tugas bagi kita semua untuk, selanjutnya, menjadikan Hari Sumpah Pemuda sebagai alat untuk meneruskan tugas “national and caracter building” yang dipelopori oleh Bung Karno beserta para perintis kemerdekaan lainnya.

Sebab, sulitlah diingkari bahwa sistem politik Orde Baru dan praktek para pendukung setianya – baik yang lama ataupun yang baru, sekarang ini ! – pada dasarnya, atau pada hakekatnya, telah merusak jiwa Sumpah Pemuda. Selama puluhan tahun, rezim militer ini telah memupuk perpecahan atau pemusuhan di antara berbagai komponen bangsa. Selama puluhan tahun pula, rezim otoriter ini telah menggunakan sebagian komponen bangsa untuk memusuhi komponen lainnya (ingat, antara lain : pembantaian besar-besaran 65, peristiwa Aceh, peristiwa Tanjung Priok, perlakuan terhadap para eks-tapol beserta anak cucu mereka, dipupuknya bahaya SARA dll).

Karenanya, sudah waktunyalah kini bagi bangsa kita untuk bersama-sama memperingati, dan mengingat Sumpah Pemuda, sesuai dengan kebesaran pesan politik dan pesan moral yang dikandungnya.


MERINTIS JALAN PANJANG MENUJU KEMERDEKAAN

Alangkah panjangnya jalan menuju kemerdekaan nasional yang diperoleh bangsa kita! Dan juga, alangkah banyaknya tokoh-tokoh gerakan nasionalis, komunis, dan kalangan Islam yang telah dipenjarakan, dibuang ke Digul oleh kekuasaan kolonial Belanda, dan kemudian oleh tentara pendudukan Jepang. Betapa besar pula semangat mereka berkorban untuk bersama-sama berjuang demi kepentingan rakyat waktu itu. Mereka bergotong-royong merintis jalan panjang itu.

Untuk menyingkat tulisan ini, dan tanpa mengurangi arti penting sumbangan para tokoh sejarah sebelumnya, perlulah kiranya kita kenang bersama Sumpah Pemuda yang dicetuskan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. Jelaslah kiranya bahwa peristiwa itu tidak datang dari langit saja, tetapi ada sangkut-pautnya yang erat dengan situasi waktu itu. Setelah terjadi pembrontakan PKI ( di Banten, Jakarta, Jogya dll) terhadap kekuasaan kolonial Belanda dalam tahun 1926, dan juga di Sumatra Barat (Silungkang dll) dalam tahun 1927; maka berbagai golongan telah melanjutkan perjuangan terhadap kolonialisme dalam berbagai cara dan bentuk. Ketika banyak pimpinan PKI dari berbagai daerah dipenjarakan atau dibuang ke Digul, semangat anti-kolonialisme tidak bisa dipadamkan.

Untuk meneruskan perjuangan itu, Bung Karno, bersama-sama sahabat perjuangannya yang terdekat, mendirikan Partai Nasional Indonesia di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927. Maka lahir pulalah pada saat itu Marhaenisme, yang, kemudian, dijabarkan oleh Bung Karno sebagai pengejawantahan atau pentrapan Marxisme di bumi Indonesia. Karena gerakan politik yang dipelopori oleh Bung Karno makin mengancam kekuasaan kolonial Belanda, maka pada tanggal 29 Desember 1927 ia bersama-sama kawan seperjuangannya ditangkap dan diajukan ke depan pengadilan Belanda. Di depan pengadilan inilah Bung Karno mengucapkan pidato pembelaannya yang bersejarah bagi perkembangan perjuangan bangsa kita waktu itu, yang berjudul “Indonesia menggugat”. Bung Karno beserta sahabat-sahabat perjuangannya kemudian dipenjarakan di penjara Sukamiskin (Bandung), dan kemudian ke Endeh dan Bengkulu.


ARTI PENTING LAHIRNYA SUMPAH PEMUDA

Suasana perjuangan anti-kolonialisme yang digencarkan oleh pembrontakan PKI tahun 1926 dan dilanjutkan oleh pemenjaraan Bung Karno beserta sahabat-sahabatnya telah menggugah kesedaran politik banyak golongan dalam masyarakat. Dalam rangka inilah tokoh-tokoh pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi, yang masih bersifat kesukuan atau kedaerahan, telah mengambil langkah yang amat penting bagi kelanjutan perjuangan nasional bangsa kita menuju kemerdekaan. Pada tanggal 26-28 Oktober 1928, berbagai tokoh dari bermacam-macam organisasi pemuda itu menyelenggarakan kongres pemuda di Jakarta, dengan tujuan untuk menyatukan gerakan pemuda di seluruh Indonesia.

Kongres pemuda yang bersifat lintas-agama, lintas-suku, lintas-aliran poltik itu akhirnya mencetuskan ikrar bersama yang amat besar artinya bagi perjuangan rakyat Indonesia kemudian, yaitu Sumpah Pemuda. Ikrar bersama yang bersejarah ini dikumandangkan tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda itu berbunyi :

1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertanah-air yang satu, tanah-air Indonesia
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Kongres pemuda tahun 1928 itu juga telah mengambil keputusan bersejarah lainnya, yaitu : menjadikan lagu Indonesia Raya (diciptakan oleh Rudolf Wage Supratman) sebagai lagu kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan juga menjadikan Sang Merah Putih sebagai bendera kebangsaan.

Dengan merenungkan itu semua, maka akan jelaslah kiranya bagi kita semua, bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, dan perjuangan besar rakyat selama revolusi melawan kolonialisme Belanda, adalah - secara langsung atau tidak langsung - produk atau kelanjutan perjuangan para pejuang sebelumnya, yang banyak meringkuk di penjara-penjara dan juga di tanah pengasingan Digul.

Sumpah Pemuda mempunyai peran penting untuk mempersatukan rakyat, baik semasa pemerintahan kolonial Belanda maupun selama revolusi. Karena itu, sumpah ini jugalah yang (sampai sekarang ini!!!) harus tetap menjiwai bangsa kita, ketika negara kita sudah dirusak secara besar-besaran oleh rezim militer Orde Baru, dalam berbagai bidang.

MAKNA PUASA

Falsafah dan makna puasa

Puasa adalah kewajiban universal untuk setiap umat manusia dan setiap agama memiliki syariat atau tatacara melakukan puasa. Dan kita sebagai umat islam dan umat Nabi Muhammad SAW meyakini sepenuh hati bahwa puasa adalah kewajiban yang telah disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin.

Setiap perintah Tuhan yang telah disyariatkan mengandung konsekwensi logis untuk ditunaikan sebagai sebuah kewajiban dan akan mendapatkan pahala sebagai balasannya bila ditunaikan dengan hati yang tulus dan penghambaan kepada Tuhan yang mahaesa.

Puasa bukan sekedar kewajiban rutinitas tahunan, bersyaum, tahan lapar dan berbuka, dan setelah itu tidak berbekas pada psikologis spiritual kedirian, dan juga tidak berpengaruh pada rasa kesadaran social kemasyarakatan, tapi puasa adalah kewajiban yang mesti menggugah kesadaran kesejatian diri kemanusian, ketiggian bertauhid, ketinggian moral, ketinggian akhlak, ketinggian kepedulian dan kontribusi pada social kemasyarakatan dalam rangka amar ma'ruf dan nahil mungkar.

Puasa sebagai bentuk pendidikan

Puasa merupakan satu cara mendidik individu dan masyarakat dalam mengontrol berkehendak dan berkeinginan dengan pendidikan yang mantap. Tidaklah seorangpun yang berpuasa itu kecuali berusaha mengalahkan kesenangan dari dirinya walaupun diperbolehkan sehingga ia mampu mengalahkan kesenagan yang diharamkan. Ia sedang sadar meninggalkan makanan dan minuman sehingga ia mampu bersabar dan menahan rasa lapar dan haus, walaupun dirasakan amat berat.

Kekuatan kesejatian diri seseorang adalah sejauh mana kemampuan dalam mengontrol dirinya, control hawa nafsunya, dan control egoismenya. Penghambaan kepada Tuhan mensyaratkan bahwa segala aktifitas, kehendak dan keingianan selalu berorientasi pada ketulusan mencari keridhoan Tuhan semata.

Puasa sebagai pembina sifat kebersamaan

Puasa merupakan bentuk kewajiban yang bersifat amali (konkret) bagi suatu sikap kebersamaan yaitu kasih sayang islami. Orang islam bersama-sama merasakan lapar, haus, kenyang dan tidak ada yang istimewa bagi perut bagi seorang islam. Ketika sebelum Ramadhan, seseorang belum merasakan lapar, maka di bulan Ramadhan pasti merasakan lapar dan pedihnya kefakiran.

Puasa sebulan penuh mesti membawa dampak ketinggian moral, rasa solidaritas kemanusiaan, rasa persaudaraan kemanusiaan yang amat dalam, kematangan spiritual dan pendakian spiritual kerahiban Allah SWT. Ketinggian moral dan tanggung jawab pada Allah SWT, karena ibadah puasa tidak ada satupun yang tahu apakah kita berpuasa atau tidak, kecuali diri kita dan Allah SWT. Kelaparan, kehausan dan ketidakberdayaan atas kefakiran, menggugah nurani bagi setiap yang berpuasa , bahwa manusia punya perasaan yang sama bila dilanda atau mengalami hal yang sama. Perasaan yang sama itulah yang dapat membuat kebersamaan kemanusiaan, melahirkan cinta-kasih pada sesama, tanpa memandang ras, warna kulit dan agama sekalipun.

Keistimewaan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa

Kalau setiap hari ada waktu istimewa di sisi Tuhan yaitu di 2/3 malam, setiap minggu ada hari istimewa yaitu hari jum'at dan setiap tahun ada bulan istimewa yaitu bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah, tentu amalan-amalan kita di bulan Ramadhan akan dibalas dengan istimewa disisi Tuhan dengan berlipat ganda. Karena mengandung istimewa, mesti menggugah kesadaran semangat kita untuk berlomba-lomba dalam memperbanyak, baik amalan ibadah ritual maupun amalan ibadah social

Semangat dan kebiasaan dalam bulan suci Ramadhan, membentuk karakter dan mental untuk tetap konsisten dan istiqamah dalam sebelas bulan berikutnya.

Tapi apapun amalan-amalan dibulan suci ramadhaan, semuanya akan kembali pada kualitas kesadaran pengahambaan dan kualitas ketulusan ,kedalaman pemahaman akan makna-makna bathin dari ibadah ritual, sangat menentukan segalanya. Karena itu, yang sampai pada sisi Allah adalah niat kita (makna bathin) bukan materi atau bentuk lahiriah dari sebuah peribadatan kita.

Allah berfirman yang artinya:

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik, (QS: Al Hajj: 22:37).